July 09, 2018

Sudah lama tak berjumpa. Terlalu banyak hal. Teralu banyak cerita. Teralu banyak emosi. Satu tahun tapi waktu terasa tak berlalu. Kadang ingin bersuara, tapi rasanya hanya tersimpan di dada tak pernah sampai pada kata. Karena sering kali, kata mengingatkan. Jadi, rasanya diam saja dan terus berjalan, Kata orang, waktu pasti berlalu, rutinitas akan membantu. Walau sebenarnya, semua terasa membatu saja. Tapi, ya sudah lah. Namanya juga hidup. Ujian pasti bertambah tingkat seperti di sekolah. Besar kelas nya, lebih sulit ujiannya. Barang kali saya mau naik ke SMP. Ya sudah, sekian saja. Saatnya melanjutkan hidup dan belajar bernafas lagi--dengan udara yang berbeda, nampaknya. Semoga bisa.

July 09, 2016

Dara


Baru kali ini Dara meminta maaf dalam tawa. Bukan karena dia kurang ajar atau tidak bersungguh-sungguh, hanya saja Tuhan selalu saja punya cara untuk membuatnya tersadar dalam sindiran. Ada ada saja. Dara teringat seluruh keinginannya dan tujuannya. Betapa itu dia masih ingusan dan bau kencur. Mana ada yang tahu dan percaya, “Ah, ada ada saja, namanya juga omongan anak kecil.” Tapi tidak untuk Dara, dia selalu percaya. Tetap menggambar dan menulis dan menempel semua keinginannya pada dinding kamarnya. Hingga ibu menggeleng, “ini anak apa apa ditempel, mau jadi wallpaper kamar ya?” dan Dara tidak pernah malu. Dia tahu, ibu juga pasti selalu berdoa. Seperti halnya dia. Dara tetap menyimpannya dalam doa. Tetap berusaha sesuai usianya, sebesar dayanya, sejauh jangkauannya. Sedikit, tak banyak dan tak pernah berlebihan. Namun, Dara tetap percaya, semua tak akan pernah ada yang sia-sia. Jauh sekali dara berkhayal, seakan akan dia sudah ada di sana, seakan akan dia merasakan angin dan mencium bau udara di sana. Dara juga ingat betapa dia selalu menangis saat membayangkannya. Dara menangis dan terus berjalan. Tapi, bukan juga tak mungkin, Dara menangis karena dia ragu. Menangis karena merasa tujuannya tidak mungkin dan kondisi selalu membuatnya untuk berkompromi. Sempat kali dia berjalan, lelah, lantas berpikir untuk menyerah. Hanya saja, semesta selalu punya cara untuk mengingatkan.

Seperti sekarang, Dara sampai pada tujuannya.

Dara ada. Dan ini semua nyata. Membuat penuh sesak di dada. Semesta memberikan apa yang ia janjikan.

Dara mengalahkan dirinya sendiri. Dirinya yang kadang memiliki rasa menyerah yang manusiawi. Dara tertawa. Dia menangis. Menangis, meminta maaf, dan berterima kasih. Meminta maaf kepada Tuhan dan dirinya sendiri bahwa sering kali dia ragu dan lupa untuk selalu percaya. Berterima kasih kepada Tuhan dan semsta yang senantiasa mengingatkan, kekuatan mimpi itu ada dan nyata. Dia hanya perlu meminta, yakin, dan terus berjalan—cepat atau berjeda, tak peduli berapa lama. Berterima kasih kepada dirinya yang sudah berjuang melampaui dirinya selama ini.

Dara menghela nafas dalam dan panjang. Nafas ini hadiahnya. Momen ini pengingatnya.

Dara menyeruput segelas cokelat panas yang baru saja dibelinya di kios dekat stasiun Westminister Abbey. Hari ini 16oC di London, dan musim panas hanya mitos di sini. Dara berdiri dari duduknya, dan mulai berjalan lagi. Mereka bilang, akhir-akhir ini cuaca disini menjadi lebih dingin dari biasanya, dan juga hari ini sepertinya. Tapi, tak mengapa. Dara punya segelas cokelat panas di tangannya. Setidaknya.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

July 04, 2016

Berkenaan dengan Mimpi

Berkenaan dengan mimpi.

Ada yang memilih untuk diteriakan. Sampai yang lain tau, dan kadang baiknya ikut mendoakan. Ada juga yang memilih untuk dipendam. Seakan terlihat tidak punya tujuan karena diam dan hanya terus berjalan. Hingga yang lain mulai bertanya mau apa dan kemana.

Walau sebenarnya yang dilakukan tak hanya berjalan, melainkan berusaha dan kerja keras dalam tenang. Dan terus berdoa. Karena tetap percaya, Tuhan dan semesta pasti tetap mendengar, lantang atau lirih.

Dan tak ada yang salah dari keduanya. Doa dan usaha tetap bernilai.
Bagaimanapun caranya.

May 13, 2016

Entah sudah berapa lama saya tidak kembali mengetik dan menulis hal hal berserakan yang ada di kepala saya. Sudah teralu lama dan teralu berantakan terpendam. Sempat beberapa kali saya berencana untuk kembali melakukan hal yang saya suka—sebenarnya juga bukan suatu hobi atau bagaimana sih, hanya saja terkadang saya merasa dengan menulis, lega menjadi salah satu hasilnya. Jadi yah, anggap saja hal yang melegakan. Mungkin karena sudah setahun ini saya digerus oleh kenyataan. Kenyataan umur 20-an. Kalau kata teman teman saya quarter life crisis, bahasa keren nya. Mulai kenal dengan dunia nyata bukan buaian seperti yang biasa digunakan Mbak Syahrini lengkap dengan tagar pada tiap postingannya. Cari kerja. Cari pengalaman. Cari duit. Kerja keras nangis darah peres keringet otak dan kuras hati. Yah namanya juga anak baru nyemplung, anak bau kencur. Jadilah, semua konsentrasi, tenaga, dan emosi tercurah ke pekerjaan baru yang sebenarnya sih mungkin belum seberapa dari yang lain lain. Tapi, karena belajar bekerja itu lah yang sering kali membuat saya lupa melegakan diri saya. Gak cuma nulis kok. Saya biasanya juga suka nyanyi nyanyi sendiri gak jelas atau baca buku biar keliatan kritis sophisticated. Pulang kerja, bilang capek, lalu goler goler setelah mandi lantas tepar ngorok, sok sok merasa lelah hasil dari kerja peras otak tenaga perasaan hari itu. Terus berulang, lalu ngeluh, “Duh sumpah ya, udah umur segini kerjaan banyak, ga bisa seneng senang lagi.” Meh. Harusnya saya gak gitu gitu amatlah. Harusnya ga usah sok sok kelelahan lantas lupa hal hal yang bisa buat nafas lega. Harusnya ya saya lakuin aja hal hal yang saya suka untuk melepas lelah. Ngapain kek, nulis random kaya gini kek, nyanyi nyanyi ga jelas di smule kek, atau baca buku chicklit. Jangan manja akibat sombong ah. Sok sok an kerja keras lalu menye bilang kecapean sampe ga punya waktu buat nyenengin diri sendiri. Dasar mental Nutrijell. 

December 27, 2015

Dira 2

Hujan turun lagi dan artinya Dira harus menunda pulang. Hari ini cukup melelahkan. Data ini, data itu. Meeting sana , meeting sini. Ketik sana ketik ini. Book sana book sini. Makan siang yang terburu-buru. Botol minum yang masih terisi penuh. Dira menghela nafas. Jam 5 sore adalah waktu yang langka untuk menghela nafas. Karena biasanya, ada saja ‘titipan’ yang mampir. Entah dari ibu ini atau bapak itu. Urus sana urus sini. Atur ini atur itu. Ada baiknya Dira menggunakan kesempatan ini untuk sejenak melemaskan otot-otot nya yang memang letih. Kerja. Namanya juga kerja. Tidak ada yang tak lelah. Semuanya sama, pasti buat kepala pusing dan otot kaku. Lalu Dira berpikir, akankah mungkin lelahnya berkurang jika memang dia mencintai pekerjaannya? Apa bedanya? Toh sama sama kerja juga. Sama sama mengeluarkan keringat dan tenaga. Dan juga menguras emosi. Namanya juga kerja, cari rejeki. Usaha, pasti ada lelahnya. Atau mungkin benar ada kurangnya? Kurang lelahnya, maksudnya. Bagaimana kalau Dira benar mengusahakan dirinya untuk bekerja seperti keinginannya? Jadi pelukis misalnya? Ah Dira merindukan dirinya dan kanvas dan palet dan cat cat yang membekas tak hanya di kanvas namun juga di tangannya. Tak pernah menyesal ia mengisi beberapa tahun dalam hidupnya untuk belajar dan akhirnya menghasilkan gelar sarjana seni murni. Namun, nampaknya dunia tak teralu menginginkan pelukis. Dunia menginginkan praktisi—setidaknya Jakarta. Bukannya, Dira tidak bersyukur dengan pekerjaan yang ia miliki sekarang. Sungguh egois jika demikian, mengingat ada ribuan orang di luar sana berjuang untuk hanya mendapatkan satu pekerjaan. Bukam, bukan Dira tidak bersyukur lantas mengutuk  kehidupan. Hanya saja, terkadang, Dira merasa hilang, Berisi namun kosong. Terang tapi gelap. Yakin lalu bingung. Dira mengela nafas lagi dan meneguk air pada botol yang sengaja ia bawa dan isi dari rumah. Hujan sudah reda, saatnya kembali pulang. Dira rindu kasur kamar tidurnya.

July 25, 2015

Dira

Jeritan kecil anak baru gede menyadarkan Dira dari lamunan atau entah kantuk selepas kerja sore ini. Metro Mini 610 arah Pondok Labu melaju lambat-lambat menyusuri Jalan Melawai. Jakarta, seperti biasa, panas, sesak, dan penat. Si empunya badan hanya menghela nafas dan menggumam dalam pikir. Hidup semakin sepi. Banyak cerita dan kolega lantas tak membuat hari semakin berwarna. Entah kenapa akhir akhir ini Dira merasa sepi. Teman yang sebenarnya teman pun ia ragukan. Karena terkadang sempat mampir di pikiran, apa iya teman adalah teman. Apa iya yang dianggap juga menganggap? Bagaimana jika semuanya berlawanan arah? Lalu, pada siapa ia harus mengadu? Karena terkadang Dira takut, bahwa semakin kau tua, bukan waktunya lagi kau mengadu. Bukan karena urusan kodrati. Hanya saja, memang sudah tidak ada tempatnya. lalu Dira harus mengangkat semuanya tanpa siapapun, walau seringnya ia merasa mengangkat milik yang lain. Bukan dipaksa,  atau diminta, hanya karena Dira rela. Jakarta memang hingar, tapi selalu ada yang sepi dan kosong. Karena hidup nyatanya sendiri sendiri. Metro mini berhenti, dan para ABG pun berhamburan turun dengan segala kikik tawa yang dibawa. Dira menghela nafas,  menutup matanya, dan Metro Mini mulai bergerak lagi.
  

July 06, 2015

akhir akhir ini

sudah lama saya tidak menggumam sendirian, mungkin karena kehidupan mulai teralu angkuh untuk dijeda atau mungkin memang saya yang demikian sombong tidak memberikan secelah waktu untuk terdiam dan melihat ke dalam. iya akhir akhir ini memang saya "dituntut" untuk lebih padat pada jadwal.
akhir akhir ini ya begini. sarjana baru. sarjana muda bau kencur. bingung tengok kanan kiri cari cari jalan menuju apalah itu namanya kesuksesan. buat saya, kali ini cukup membingungkan. saya terbiasa dengan tujuan yang jelas dan konkret. kali ini lain, saya semacam harus tanya kanan kiri dan GPS pun nampaknya tak berlaku lagi.

beberapa pilihan memang terpapar. dan akhirnya, saya memilih (atau dipilihkan Tuhan). saya mencoba mendengarkan diri sendiri, mengiyakan kata hati. banyak sih yang menyayangkan dan bahkan mencibir, "ngapain sih nir milih kerja kaya gitu?" tapi ya sudah, hidup toh hidup saya. saya yang menjalani saya yang menanggung sendiri. semoga saya dan yang saya cintai bisa menikmati.

akhir akhir ini memang begitu, orang orang mondar mandir wara wiri. komentar sana komentar sini. unjuk gigi unjuk prestasi unjuk materi. tapi ya ga apa apa juga. namanya juga aktualisasi diri.

pokoknya, buat saya, akhir akhir ini ya gini:

"umur sudah segini, bukan waktunya ikut ikutan lagi."






*dikutip dari Ms Nike, salah satu dosen saya, di sela sela obrol obrol santai tentang rencana hidup. terimakasih banyak, ms.