Baru kali ini Dara meminta maaf dalam tawa. Bukan karena dia
kurang ajar atau tidak bersungguh-sungguh, hanya saja Tuhan selalu saja punya
cara untuk membuatnya tersadar dalam sindiran. Ada ada saja. Dara teringat
seluruh keinginannya dan tujuannya. Betapa itu dia masih ingusan dan bau
kencur. Mana ada yang tahu dan percaya, “Ah, ada ada saja, namanya juga omongan
anak kecil.” Tapi tidak untuk Dara, dia selalu percaya. Tetap menggambar dan
menulis dan menempel semua keinginannya pada dinding kamarnya. Hingga ibu
menggeleng, “ini anak apa apa ditempel, mau jadi wallpaper kamar ya?” dan Dara
tidak pernah malu. Dia tahu, ibu juga pasti selalu berdoa. Seperti halnya dia. Dara
tetap menyimpannya dalam doa. Tetap berusaha sesuai usianya, sebesar dayanya,
sejauh jangkauannya. Sedikit, tak banyak dan tak pernah berlebihan. Namun, Dara
tetap percaya, semua tak akan pernah ada yang sia-sia. Jauh sekali dara
berkhayal, seakan akan dia sudah ada di sana, seakan akan dia merasakan angin
dan mencium bau udara di sana. Dara juga ingat betapa dia selalu menangis saat
membayangkannya. Dara menangis dan terus berjalan. Tapi, bukan juga tak
mungkin, Dara menangis karena dia ragu. Menangis karena merasa tujuannya tidak
mungkin dan kondisi selalu membuatnya untuk berkompromi. Sempat kali dia
berjalan, lelah, lantas berpikir untuk menyerah. Hanya saja, semesta selalu
punya cara untuk mengingatkan.
Seperti sekarang, Dara sampai pada tujuannya.
Dara ada. Dan ini semua nyata. Membuat penuh sesak di dada. Semesta
memberikan apa yang ia janjikan.
Dara mengalahkan dirinya sendiri. Dirinya yang kadang
memiliki rasa menyerah yang manusiawi. Dara tertawa. Dia menangis. Menangis,
meminta maaf, dan berterima kasih. Meminta maaf kepada Tuhan dan dirinya
sendiri bahwa sering kali dia ragu dan lupa untuk selalu percaya. Berterima
kasih kepada Tuhan dan semsta yang senantiasa mengingatkan, kekuatan mimpi itu
ada dan nyata. Dia hanya perlu meminta, yakin, dan terus berjalan—cepat atau
berjeda, tak peduli berapa lama. Berterima kasih kepada dirinya yang sudah
berjuang melampaui dirinya selama ini.
Dara menghela nafas dalam dan panjang. Nafas ini hadiahnya.
Momen ini pengingatnya.
Dara menyeruput segelas cokelat panas yang baru saja
dibelinya di kios dekat stasiun Westminister Abbey. Hari ini 16oC di
London, dan musim panas hanya mitos di sini. Dara berdiri dari duduknya, dan
mulai berjalan lagi. Mereka bilang, akhir-akhir ini cuaca disini menjadi lebih
dingin dari biasanya, dan juga hari ini sepertinya. Tapi, tak mengapa. Dara
punya segelas cokelat panas di tangannya. Setidaknya.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------