September 15, 2013

Lalu dan Lagi

Lalu kau berpacu dengan waktu. Dia yang dituduh paling gila. Karena memang memabukan. Menyesatkan. Memuakkan. Karena waktu itu sekarang. Bukan yang lalu atau yang di depan. Tapi jam ini detik ini lagi.

Lalu kau mengumpat. Mengapa jantung berdetak dengan ritme yang sama. Mengapa detak jatuh pada waktu yang sama. Tak bergerak. Hanya statis. Kau menampar dirimu sendiri. Menumpahkan keringat yang kau sebut kejemuan. Karena waktu itu sekarang dan bukan kapan depan.

Lalu kau mulai mengigau. Dalam sadarmu. Karena kau tahu bukan ini yang diinginkan. Ini hanya waktu mengelabui. Karena ia bersikeras tak ingin menjawab. Bergeming. Kau tanya dimana, kapan, apa, mengapa, siapa. Sunyiyang kau dapat. Kau dungu. Iris nadi dirimu sendiri jika kau tahu itu salah.

Lalu kau sadar. Kau bukan dungu. Kau hanya harus menunggu. Bersabar katanya. Iya. Karena siapapun yang bijak hanya akan tersenyum. Melafalkan berbaris kata dan kalimat sakti yang dirasa mujarab. Tapi yang kau tahu itu hanya sampah. Karena sang bijak pun tak berpijak di tanah yang sama. Karena yang bijak hanya melirik, paling benar ya sebatas mengobservasi, memantau. Apapun itu, berkaitan dengan hati dan pikiran, selalu tak sejalan. Tak pernah terpecahkan.

Lalu kau bertanya. Lagi. Pertanyaan yang sama. Kapan. Mengapa.


Lalu kau berpacu dengan waktu. Kali ini bukan ia yang keparat, hanya saja kau yang sudah genggam khitah.

No comments:

Post a Comment