October 09, 2013

Selamat Malam, Bujang

Halo selamat malam.
Hari ini berat, ya? Ya ya ya kau pasti letih. Jakarta keras. Hidup lebih kejam. Berapa usia mu? 20 tahunan bukan? Memang sudah waktunya bagi bujang seperti mu digerus dan tergerus realita yang semakin padat. Seperti yang kau bilang, Jang. Hidup keras. Semua jadi budak uang. Mau bagaimana lagi. Makan memang pakai uang. Apa apa juga pakai uang. Buang air pun bayar. Jenaka memang. Kita membayar sesuatu yang kita keluarkan dari badan. Sudah berkurang isi badan. Bayar lagi. Hidup di kota bagai merugi ya, Jang?

Disini juga keras, Jang. Kasur saya keras. Bantal saya apalagi. Untung saja kemarin sempat bersabar menyisihkan receh untuk membeli bantal dengan kapuk lebih empuk. Lebih manusiawi. Setidaknya saya bisa bermimpi tentang rumah dan kampung, Jang.

Disini keras, Jang. Negeri orang. Merantau seperti ini kadang menguras hati. Kemana mana asing. Dimana mana baru. Tapi ini tantangannya, Jang. Bertahan hidup. Menahan tangis. Menahan rindu. Berdiri teguh.

Bagaimana hidup disana, Jang? Makin keras ya? Tanah mulai gersang meradang? Angin kering menyakiti tenggorokan? Panas menyengat otak? Sabar, Jang. Waktu berjalan. Hujan datang. Pelangi datang. Jangan khawatir. Tuhan masih ada, Jang. Bertahan.

Doa terus mengucur, Jang. Doa ibu pasti menyertai. Jangan kau lupa itu. Disini juga sama. Selalu mengingat rindu, doa, dan peluh orang tua. Kita berdiri untuk kita dan mereka, Jang. Hidup boleh keras. Usaha bisa sampai darah penghabisan. Cinta untuk mereka jangan sampai hilang, Jang. Karena cinta yang mereka bawa dan punya tak pernah sirna.


Pasti ada waktu nya kau mengeluh. Entah sampai kapan keadaan berliku sama. Tak bergerak. Jangan takut, Jang. Doa akan selalu bertiup di telingamu. Berjumpa pada hatimu. Jarak bisa jauh. Tapi doa dan kehangatan akan selalu sampai, Jang, pada mereka yang percaya.

Selamat berjuang dan bertahan, Bujang.

Selamat bertemu lagi.
Nanti.
Sebentar lagi.

No comments:

Post a Comment