July 09, 2016

Dara


Baru kali ini Dara meminta maaf dalam tawa. Bukan karena dia kurang ajar atau tidak bersungguh-sungguh, hanya saja Tuhan selalu saja punya cara untuk membuatnya tersadar dalam sindiran. Ada ada saja. Dara teringat seluruh keinginannya dan tujuannya. Betapa itu dia masih ingusan dan bau kencur. Mana ada yang tahu dan percaya, “Ah, ada ada saja, namanya juga omongan anak kecil.” Tapi tidak untuk Dara, dia selalu percaya. Tetap menggambar dan menulis dan menempel semua keinginannya pada dinding kamarnya. Hingga ibu menggeleng, “ini anak apa apa ditempel, mau jadi wallpaper kamar ya?” dan Dara tidak pernah malu. Dia tahu, ibu juga pasti selalu berdoa. Seperti halnya dia. Dara tetap menyimpannya dalam doa. Tetap berusaha sesuai usianya, sebesar dayanya, sejauh jangkauannya. Sedikit, tak banyak dan tak pernah berlebihan. Namun, Dara tetap percaya, semua tak akan pernah ada yang sia-sia. Jauh sekali dara berkhayal, seakan akan dia sudah ada di sana, seakan akan dia merasakan angin dan mencium bau udara di sana. Dara juga ingat betapa dia selalu menangis saat membayangkannya. Dara menangis dan terus berjalan. Tapi, bukan juga tak mungkin, Dara menangis karena dia ragu. Menangis karena merasa tujuannya tidak mungkin dan kondisi selalu membuatnya untuk berkompromi. Sempat kali dia berjalan, lelah, lantas berpikir untuk menyerah. Hanya saja, semesta selalu punya cara untuk mengingatkan.

Seperti sekarang, Dara sampai pada tujuannya.

Dara ada. Dan ini semua nyata. Membuat penuh sesak di dada. Semesta memberikan apa yang ia janjikan.

Dara mengalahkan dirinya sendiri. Dirinya yang kadang memiliki rasa menyerah yang manusiawi. Dara tertawa. Dia menangis. Menangis, meminta maaf, dan berterima kasih. Meminta maaf kepada Tuhan dan dirinya sendiri bahwa sering kali dia ragu dan lupa untuk selalu percaya. Berterima kasih kepada Tuhan dan semsta yang senantiasa mengingatkan, kekuatan mimpi itu ada dan nyata. Dia hanya perlu meminta, yakin, dan terus berjalan—cepat atau berjeda, tak peduli berapa lama. Berterima kasih kepada dirinya yang sudah berjuang melampaui dirinya selama ini.

Dara menghela nafas dalam dan panjang. Nafas ini hadiahnya. Momen ini pengingatnya.

Dara menyeruput segelas cokelat panas yang baru saja dibelinya di kios dekat stasiun Westminister Abbey. Hari ini 16oC di London, dan musim panas hanya mitos di sini. Dara berdiri dari duduknya, dan mulai berjalan lagi. Mereka bilang, akhir-akhir ini cuaca disini menjadi lebih dingin dari biasanya, dan juga hari ini sepertinya. Tapi, tak mengapa. Dara punya segelas cokelat panas di tangannya. Setidaknya.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment