August 21, 2012

Maaf Lahir Batin, Hai Saya :)


Maaf dan memaafkan itu lumrah bagi setiap orang. Apalagi momen lebaran kaya gini. Pasti, cuma di mulut aja atau ga, si “minal aidin walfaidzin” itu selalu mampir di telinga atau mata kita. Bisa dari layar kaca gadget kita yang deres banget sama pesan-pesan singkat lebaran atau telfon dari kanan kiri, atau bahkan malah sepanjang jalan yang kita lewati pasti ada aja tulisan ”mohon maaf lahir batin” itu. Ga salah sih. Sah-sah aja, namanya juga suasana lebaran.

Kita sering kali mempersiapkan hati untuk memaafkan. Mempersiapkan diri untuk menjadi orang yang lebih ksatria. Menyiapkan hati yang lebih besar dan senyum yang lebih ikhlas. Membenahi sikap dalam balutan fitri. Untuk siapa? Untuk ibu, ayah, kakak, adik, sahabat, kekasih, kerabat. Untuk orang lain. Padahal ada orang yang sepantasnya kita maafkan terlebih dahulu. Jauh lebih penting bahkan dibandingkan saudara atau ibunda kita sekalipun. Orang yang sangat dekat dengan kita, namun sering kali luput dari perhatian kita.

Orang itu adalah diri kita sendiri.

Kebayang gak berapa kali dalam sehari kamu memikirkan diri kamu? Maksud saya, memperhatikan bagaimana keadaan tubuh atau pikiran kamu. Memperhatikan kondisi fisik dan batin kamu. Kebayakan dari kita, teralu sibuk mengejar target dunia. Fokus kerjaan, atau workaholic istilah kerennya. Bagus sih. Punya target dalam hidup itu bagus. Mengejar untuk mendapatkan apa yang kita inginkan juga sangat baik. Tapi, sering ga kita memperhatikan keadaan diri kita sendiri dalam pengejaran target hidup itu? Pernah ga kita lalai menjaga diri sendiri, misalnya kesehatan? Pernah ga mempertaruhkan kondisi diri sendiri atas nama ambisi hidup? Atau contoh gampang nya, pernah ga sakit gara-gara memforsir diri sendiri untuk pekerjaan?

Silahkan jawab sendiri pertanyaan barusan. Kalau ada saya boleh jawab sendiri sih, jawabannya SERING. Gara-gara diri saya sendiri, saya sakit fisik dan sakit hati. Saya sering membiarkan diri saya larut dalam kepenatan yang saya ciptakan sendiri. Saya sering teralu serakah kepada diri saya sendiri, menelantarkan kesehatan atas nama pekerjaan atau tugas. Saya sering mengacuhkan suara hati saya ketika dia menyerukan kata ”tidak!” atau ”berhenti!” ketika saya didera kesedihan lantas menagis tak karuan. Saya sering membiarkan diri saya terlarut dalam kepedihan yang semestinya bisa dihetikan oleh diri saya sendiri. Saya sering merajuk, merengek, mengeluh terhadap diri saya sendiri ketika hasil keadaan tidak seperti apa yang saya mau.

Teralu sering saya sombong terhadap diri saya sendiri. Merasa mampu padahal sebenarnya sakit. Merasa bisa padahal sebenarnya butuh bantuan. Saya ”ditampar” oleh salah satu sahabat saya yang tiba-tiba melontarkan kalimat:

”Yaudah sih, Nir. Mau sampe kapan lo nge-dzolimin diri lo sendiri?”

Pertanyan itu sungguh menyentak, menghentak, dan tertancap di benak saya sampai saat ini. Teralu sering saya mengutamakan ambisi dan arogansi diri dibandingkan menyadari batas kemampuan diri saya sendiri. Teralu sering saya berupaya hingga lupa bahwa diri saya berhak berhenti sejenak dan beristirahat. Teralu sering saya mengeluh, bukannya bersyukur atas apa yang telah saya capai. Teralu sering saya terbawa emosi. Teralu serinf saya mendzolimi diri sendiri.

Maka, karena itu lah saya menulis lampiran kalimat ini. Saya hanya ingin berbagi pendapat, bahwa sesungguhnya maafkan lah diri sendiri atas segala kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Maafkan segala kesombongan yang dengan atau tanpa sengaja pernah terlontarkan. Jika pernah memiliki penyesalan terhadap kegagalan masa lalu, terima lah. Maafkan diri dahulu yang pernah khilaf sehingga kegagalan menyerta. Tak apa pernah menjadi seseorang yang tidak diharapkan oleh diri sendiri sebelumnya. Tak apa jika hati ini pedih, marah, kecewa terhadap apa yang pernah dirasakan sebelumnya. Maafkan lah segala perasaan buruk yang dahulu pernah hinggap di benak dan hati kita. Tak apa menjadi ”diri yang buruk” sebelumnya. Manusia tidak ada yang sempurna. Manusia adalah mahkluk pembelajar. Maafkan. Ikhlaskan.
 









Minal Aidin Walfaidzin, wahai Jiwa.

Mohon maaf lahir batin  :)

No comments:

Post a Comment