July 29, 2012

Hidup Muda


Cerita ini datang sesaat setelah saya sampai di kamar kosan saya yang berukuran 3x2 meter, bercat pink muda, dengan perabot seadanya, dan terletak pada gang Kober, Depok—baiklah, saya sudahi cerita tentang kamar kosan saya—hari itu panas, dan saya baru pulang dari kampus.

Berada di kosan kurang dari jam 4 sore itu adalah suatu keajaiban untuk saya. Bukannya saya melebih-lebihkan, hanya saja saya memang sempat mengikuti beberapa kegiatan yang sedikit banyak membutuhkan waktu lebih di luar jam kuliah saya yang juga sangat padat. Ya, sudahlah, atas nama almamater, saya pun menjalani dua kegiatan yang cukup membutuhkan komitmen itu, yaitu kuliah dan kepanitiaan. Pada awalnya, saya memang menyukai kedua hal itu—ralat, saya lebih suka kepanitiaan itu, karena saya tidak suka berada di kelas dan belajar—sehingga apapun deadline yang diberikan dari kepanitiaan itu akan saya kerjakan dan malah, diutamakan. Namun, setelah beberapa lama berkutat pada pekerjaan ”atas nama almamater” itu, kasur di kosan pun menjadi sesuatu yang mulai saya rindukan.

Betapa saya rindu ”leyeh-leyeh” di kosan, bercanda-canda sesama anak kosan, mempunyai waktu senggang untuk mengerjakan tugas, dan mempunyai waktu untuk diri saya sendiri.....

Inilah beberapa hal yang berbeda ketika saya masih menjalani pkerjaan ”atas nama almamater” itu dan setelah saya menyelesaikan pekerjaan itu.

Ketika saya pada fase ”sangat aktif” memang keadaan nya sungguh menyenangkan. Semangat yang selalu ada, otak yang selalu bekerja, gerak yang dinamis, hal-hal baru, pelajaran baru, seperti ada yang membara di jiwa saya. Hidup yang ’muda’, aktif, dan partipasif.

Hal itu baik, sungguh baik. Hanya saja, ada yang saya lupa. Saya lupa untuk memberikan ’nafas’ pada kehidupan saya. Maksud disini, saya berkerja, bekerja, bekerja, bergerak, bergerak, bergerak. Hidup yang cukup sesak. Saya lupa, tubuh ini bukanlah robot. Dia hidup. Dia butuh ruang luas. Dia butuh jeda.

Sering sekali dia mulai merengek, minta diperhatikan. Tapi, memang diri ini egois. Tak indahkan, tak peduli. Saya asyik dengan semua adrenalin yang berasal dari tekanan luar. Karena saya mau hidup yang muda, hidup yang penuh gelora.

Sekali lagi dia merengek, mulai terseok, mulai melemah. Tapi diri ini ambisius. Tak menoleh, tak peduli. Berburu pengalaman, berkutat pada teka-teki masalah luar dan target-target. Karena saya mau hidup yang muda, hidup yang bergelora.

Berkali-kali dia mencoba mengingatkan, saya tetap tak peduli. Sampai akhirnya, saya sakit. Terkapar di rumah sakit. Semacam ganti oli atau turun mesin atau apalah jika dianalogikan kepada motor atau mobil.


Pada saat itu, saya mulai berpikir apa yang salah.
Yang salah adalah saya yang egois.
Egois terhadap saya sendiri.

Sungguh, jika saya bisa memberikan sesuatu benda untuk menyampaikan permintaan maaf saya kepada tubuh saya, saya akan berikan.
Tapi, ya sudah, setidaknya si tubuh sudah memberikan saya ‘ganjaran’ berupa rasa sakit yang sungguh tidak nyaman.
Cukup adil untuk saya.

Dan sekarang, inilah saya. Berbaring diatas kasur yang saya cintai, mengetik cerita ini di kamar kosan saya yang sederhana, ditemani dengan sepoi-sepoi angin dari kipas angin yang belum saya cuci. Saya di pukul 4 sore. Saya yang sedang ‘bernafas’.

Memberikan jeda untuk teman saya yang selalu setia menemani saya dalam ambisi “hidup muda”.
Memberikan ruang setelah beberapa kali terhimpit desakan keadaaan luar.
Memberikan semacam kebebasan untuk sekedar melakukan hal-hal ringan tanpa beban.
Memberikan waktu untuk mengumpulkan kembali energi dan semangat muda yang seharusnya tetap ada.
Memberikan ”liburan” sampai saya siap kembali menjalani kehidupan bergelora itu.

Bukannya saya bermaksud mengatakan bahwa kegiatan di luar kampus itu sesuatu yang menyusahkan, tidak, tidak sama sekali. Kali ini saya hanya ingin menekankan betapa rindu nya saya dengan ”waktu untuk saya” sendiri.

Mungkin jika ada beberapa dari kalian yang menganggap saya melebih-lebihkan atau manja. Tak apa karena saya yakin, kegiatan saya yang secuil itu belum ada apa-apanya. Namun, yang saya maksudkan disini adalah betapa terkadang kita harus memberikan apresiasi terhadap diri sendiri.

Sehingga semuanya seimbang. Berjalan lapang dalam hidup yang sesak J



No comments:

Post a Comment